Klise.

Malam ini, langit begitu gelap.
Sesekali petir nampak menggores langit dengan kilatannya, lalu suara gemuruh datang setelahnya.
Angin datang dari arah timur, menelisik dedaunan yang tak jauh dari penglihatanku.

Aku duduk termangu di balik jendela kamar yang kusen kayunya mulai mendingin.
Jendela ku buka sedikit agar Aku bisa merasakan angin dinginnya.

Ku genggam secangkir cappucino hangat. Aku merapatkan sweater rajutku lalu sesekali ku teguk cappucino untuk menghangatkan tubuhku.


Rintik hujan yang terbawa angin mulai turun, hingga mengenai kaca jendelaku. Hujan, ujarku. Aku suka rintik hujan. Suaranya yang menyejukkan, harumnya yang menyegarkan, dan suasananya yang membuatku selalu mengenang memori yang tak pernah bisa ku lupakan. Ku teguk lagi cappucino hingga habis. Kopi, hujan dan malam adalah hal terindah sekaligus hal terpahit dalam hidupku.

Aku bangun dari dudukku dan mengambil beberapa lembar foto polaroid dari meja tidur. Aku kembali duduk, melihat seseorang dalam foto itu lekat-lekat. Dia, yang kini hanya tinggal harapan. Dia seorang pecinta kopi. Dia satu-satunya alasanku mengapa Aku begitu menyukai hujan. Dia yang selalu ku pikirkan setiap malam. Dan Dia yang hanya bisa ku lihat dan ku pandangi dari batas amanku. Dia hal terindah dan terpahit dalam hidupku. Dia yang entah sampai kapan hanya menjadi harapan terbodohku, yang membelenggu hidupku.

Hujan turun semakin deras, Aku menutup rapat jendela kamar yang sudah basah. Aku teringat betapa bodohnya Aku menunggu di halte bus saat hujan deras hanya agar kami satu bus. Saat bus lewat, Aku tau Dia ada di sana, Aku berlari menerobos hujan untuk masuk ke bus. Aku selalu mencari tempat duduk yang jauh darinya. Aku takut bertingkah bodoh di dekatnya. Hal itu selalu ku lakukan berbulan-bulan lamanya. Hingga suatu saat, Dia bersenda gurau dengan seorang wanita yang jauh lebih cantik dariku di dalam bus. Dia menatapnya penuh arti, senyum lebarnya mengembang di kedua pipinya. Aku duduk terpaku, hatiku terguncang hebat.

Suara mereka menggema di telingaku. Pelan namun menyakitkan. Pada saat itulah Aku tau satu hal, harapanku akan selalu menjadi harapan. Dia akan selalu duduk disana, bukan disampingku yang sesekali akan melempar lelucon andalannya kepadaku. Itu tidak akan benar-benar terjadi. Dan Aku hanya bisa menatap hujan dari kaca bus. Ku pikir, hujan adalah hal terbaik yang terjadi dalam hidupku, namun Aku salah.

Aku salah memberikan harapanku padanya.

Hingga detik ini, wajah itu masih membekas di dalam otakku, dan selalu Dia yang menjadi objek lamunanku setiap malam.

Lalu Aku tersadar.

Ku letakkan foto-foto polaroid itu. Dan tanpa ku sadari, mataku mulai basah.

Aku tau, Aku selalu menyakiti diriku sendiri dengan pikiran bodohku ini. Namun terkadang, perih adalah bahagiaku. Dan caraku mencintainya adalah seperti itu.
Aku menikmati setiap detiknya, namun setelahnya Aku dirundung rasa frustasi.

Akan ku sudahi perih malam ini. Aku tau malam berikutnya akan seperti ini lagi, jadi ku putuskan untuk tidur dengan pikiran tak menentu ini.

Itulah yang terjadi padaku berbulan-bulan lamanya.

***********

Ciaaaa.... Lagi pengen nulis malah jadinya kaya gini hasilnya. Ini cerita ngarang ya, btw.
Klise banget ceritanya wkwk. Dan cengeng pastinya. Entah bingung ngasih judulnya apaan. Jangan pada baper ya, yang boleh baper cuma gue wkwk.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Everything Happens For A Reason

About Me.

All Too Well ~