Berakhirnya kisah semu.
Dua bulan lalu, hatiku masih beku.
Seakan terlalu lama dibiarkan di udara terbuka kala datangnya salju.
Tak bisa bergerak bahkan satu inci pun.
Dibiarkan seperti itu untuk waktu yang lama.
Dingin. Menyakitkan.
Sama seperti ketika Aku terjebak dalam dunianya.
Dia yang membuatku yakin untuk berharap pada apa yang membuatku bahagia.
Yang mampu membuatku ingin berlama-lama terlelap saat memimpikan nya.
Yang membuatku ingin memiliki nya dengan segala cara.
Yang membuatku mampu berjuang untuk diriku dan dirinya.
Sesulit apapun jalannya.
Namun, kenyataannya Dia hanya angan-angan yang sulit ku gapai.
Harapan yang tetap menjadi harapan.
Sosok yang sulit menerima keberadaan ku.
Dan tentu saja, yang tidak bisa ku miliki.
Aku terpuruk.
Mencoba mematikan hati yang terlanjur patah.
Bertanya-tanya, apakah Aku pantas menerima semuanya?
Atau sebaliknya, apakah dia pantas menerima semua yang telah ku perjuangkan?
Atau memang, kami yang tidak pantas mendapatkan apa-apa.
Seiring berjalannya waktu,
Setelah kuputuskan untuk berdamai dengan rasa sakit,
Salju yang membekukan hatiku, yang mengikis kenangan bahagiaku, lambat laun mencair.
Terasa hangat ketika sang cakrawala kembali menyinari bumi setelah lama bersemayam.
Dulu Aku yakin, bahwa akhir dari harapan dan perjuangan akan selalu berbuah manis.
Namun kini Aku sadar, bahwa ada takdir yang membentang diantaranya.
Bahwa ada sesuatu yang tidak bisa diubah, bahwa rasa tak harus selalu berbalas.
Hal lain yang ku sadari adalah waktu telah menjawab semuanya.
Waktu memberikanku kesempatan untuk terus bangkit.
Membiarkanku untuk menemukan jalan keluarku sendiri.
Dan menerima kenyataan yang seharusnya kulakukan sedari dulu.
Seakan terlalu lama dibiarkan di udara terbuka kala datangnya salju.
Tak bisa bergerak bahkan satu inci pun.
Dibiarkan seperti itu untuk waktu yang lama.
Dingin. Menyakitkan.
Sama seperti ketika Aku terjebak dalam dunianya.
Dia yang membuatku yakin untuk berharap pada apa yang membuatku bahagia.
Yang mampu membuatku ingin berlama-lama terlelap saat memimpikan nya.
Yang membuatku ingin memiliki nya dengan segala cara.
Yang membuatku mampu berjuang untuk diriku dan dirinya.
Sesulit apapun jalannya.
Namun, kenyataannya Dia hanya angan-angan yang sulit ku gapai.
Harapan yang tetap menjadi harapan.
Sosok yang sulit menerima keberadaan ku.
Dan tentu saja, yang tidak bisa ku miliki.
Aku terpuruk.
Mencoba mematikan hati yang terlanjur patah.
Bertanya-tanya, apakah Aku pantas menerima semuanya?
Atau sebaliknya, apakah dia pantas menerima semua yang telah ku perjuangkan?
Atau memang, kami yang tidak pantas mendapatkan apa-apa.
Seiring berjalannya waktu,
Setelah kuputuskan untuk berdamai dengan rasa sakit,
Salju yang membekukan hatiku, yang mengikis kenangan bahagiaku, lambat laun mencair.
Terasa hangat ketika sang cakrawala kembali menyinari bumi setelah lama bersemayam.
Dulu Aku yakin, bahwa akhir dari harapan dan perjuangan akan selalu berbuah manis.
Namun kini Aku sadar, bahwa ada takdir yang membentang diantaranya.
Bahwa ada sesuatu yang tidak bisa diubah, bahwa rasa tak harus selalu berbalas.
Hal lain yang ku sadari adalah waktu telah menjawab semuanya.
Waktu memberikanku kesempatan untuk terus bangkit.
Membiarkanku untuk menemukan jalan keluarku sendiri.
Dan menerima kenyataan yang seharusnya kulakukan sedari dulu.
Terimakasih untuk suka dan luka tiga tahun ini, H.
Terimakasih.
Tanpa kehadiran mu, aku tak pernah belajar bagaimana bangkit dari rasa sakit.
Tanpa kehadiran mu, aku tak pernah belajar sabar dalam setiap harapan.
Komentar
Posting Komentar